Konflik Buruh Dengan PT Megariamas
Sekitar 500
buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan
Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas
Sentosa, Selasa (23/9) siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan
Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah
mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka
karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR).
Ratusan
buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q,
Pluit, Penjaringan, Jakut, datang sekitar pukuk 12.00 WIB. Sebelum
ditemui Kasudin Nakertrans Jakut, mereka menggelar orasi yang diwarnai
aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka.
Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/1994 tentang THR.
“Kami
menuntut hak kami untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dan jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak
mendapatkan THR, karena setahu kami perusahaan garmen tersebut tidak
merugi, bahkan sebaliknya. Jadi kami minta pihak Sudin Nakertrans Jakut
bisa memfasilitasi kami,” jelas Abidin, koordinator unjuk rasa ketika
berorasi di tengah-tengah rekannya yang didominasi kaum perempuan itu,
Selasa (23/9) di depan kantor Sudin Nakertrans Jakut. Sekedar diketahui
ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek
Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah
berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang
mayoritas perempuan.
Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang
pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena
perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa
buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal.
Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke
Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam
tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya.
Mengetahui hal
tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin
Nakertrans Jakut. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin
Nakertrans Jakut, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya
perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di
ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut
Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan
membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu,
dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah
ini," tutur Sahut.
Selain itu, Sahut juga akan memanggil
pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau
memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib
melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan
kepada beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan
demonstrasi.
Sesuai peraturan, karyawan dengan masa kerja di
atas satu tahun berhak menerima THR. Sementara bagi karyawan dengan masa
kerja di bawah satu tahun di atas tiga bulan, THR-nya akan diberikan
secara proporsional atau diberikan sebesar 3/12X1 bulan gaji. Karyawan
yang baru bekerja di bawah tiga bulan bisa daja dapat tergantung dari
kebijakan perusahaan.
Saut menambahkan, sejauh ini sudah ada
empat perusahaan yang didemo karena mangkir membayar THR. “Sesuai dengan
peraturan H-7 seluruh perusahaan sudah harus membayar THR kepada
karyawannya. Karena itu, kami upayakan memfasilitasi. Untuk kasus
karyawan PT Megariamas Sentosa memang sedang ada sedikit permasalahan
sehingga manajemen sengaja menahan THR mereka. Namun, sebenarnya itu
tidak boleh dan besok kami upayakan memfasilitasi ke manajemen
perusahaan.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk kawasan Jakarta
Utara tercatat ada sekitar 3000 badan usaha atau perusahaan di sektor
formal. Untuk melakukan monitoring, pihaknya menugaskan 15 personel
pengawas dan 10 personel mediator untuk menangani berbagai kasus seperti
kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, tuntutan upah maupun upah
normatif dan THR. “Kami masih kekurangan personel, idealnya ada 150
personel pengawas dan 100 personel mediator,” tandas Saut Tambunan.
Menurut saya, dalam permasalahan seperti ini bukan tidak mungkin banyak perusahaan yang tidak pernah mengalaminya. Seorang pemimpin perusahaan pasti menjadi sosok yang pertama dipertanggung jawabkan terhadap setiap keputusannya. Dan mungkin bisa dibilang juga pihak perusahaan tidak bertanggung jawab dengan menahan pendapatan/THR para karyawannya. Di satu sisi, ada pihak yang mengedepankan keuntungan usahanya. Dan disisi lain, ada pihak yang tidak menyerah memperjuangkan hak mereka sebagai pekerja yang layak mendapatkan hasil kerja mereka.
Ini jelas sangat berpengaruh dalam
terjadinya sebuah konflik ini adalah penyebab utama terjadinya konflik
dalam kasus ini menurut saya bila dalam kasus ini banyak cara untuk
menyelesaikanya mungkin dengan cara mediator atau jika dengan cara
mediator tidak berhasil juga perlu adanya proses hukum karena disini
telah melanggar hak seseorang dan telah melanggar hukum yang berlaku
tentang pemberian THR kepada tenaga kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar