Setelah mengenal teman-teman kelas sejak bulan September 2013, kami baru menikmati liburan bersama-sama pada tanggal 27 Mei 2015. Namun, rencana liburan itu terwujud bukan ditengah suasana liburan, melainkan ditengah minggu-minggu pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS). Kesan pertama teman sekelas lainnya tentulah heran, karena mereka sibuk belajar sedangkan kami sebagian dari anak laki-laki di 2KA23 (kelas kami di semester 4) malah disibukkan dengan persiapan mendaki gunung
hehehe... Ada banyak rencana kami liburan yang sudah dibicarakan jauh sebelum semester 4. Namun sayangnya belum ada satupun rencana "liburan besar" yang terwujud.
Akhirnya dengan segala bentuk persiapan baik mental maupun materi, kami semakin yakin bahwa satu-satunya kesempatan yang memungkinkan kami untuk berlibur hanya bisa dilakukan pada tanggal 27 Mei yang notabene pada saat itu kami tengah melaksanakan UTS. Mulai dari berdiskusi liburan apa yang tepat untuk melepas rasa penasaran kami yang menginginkan liburan bersama teman-teman sekelas, mencari referensi tempat untuk berlibur, menabung, dan kesana kemari meminjam peralatan dan perlengkapan kegiatan
outdoor, kami akhirnya sepakat bahwa liburan yang tepat untuk kami adalah mendaki Gunung Prau di daerah Dieng, Jawa Tengah. Kami memilih destinasi tersebut karena salah satu dari kami, yaitu Fendi memiliki kampung halaman di daerah Wonosobo yang aksesnya menuju daerah Dieng menurut kami cukup masuk akal dan kegiatan akomodasi seperti tempat beristirahat, makan, juga transportasi memungkinkan kami untuk berlibur kesana.
Hari Pertama
Hari pertama memasuki kegiatan liburan masih kami lalui dengan rasa bingung karena kami pada saat itu juga belum menentukan dengan transportasi apakah kami bisa memulai perjalanan menuju kesana. Apakah menggunakan bus sehingga kami bisa langsung sampai di Terminal Banjarnegara dan memakan waktu perjalanan yang cukup lama, atau dengan menggunakan kereta sehingga lama perjalanan tidak mempengaruhi jadwal liburan kami. Namun, di hari itu kami harus memfokuskan diri untuk melaksanakan UTS mata kuliah Sistem Operasi di Kampus G, Depok. Maka dari itu kami untuk sementara memutuskan untuk mendiskusikan masalah transportasi liburan setelah kami menyelesaikan UTS. Akhirnya, kami memilih untuk naik kereta Serayu dengan tujuan Stasiun Purwokerto. Kami dengan yakin memilih kereta karena biayanya murah, makan terjamin, dan kami juga berpikir jika kereta transit atau berhenti beberapa stasiun sementara selama perjalanan, tentu dapat kami manfaatkan untuk nongkrong-nongkrong mengingat kami dikampus sehari-hari juga menghabiskan waktu dengan nongkrong.
Setelah kami menyelesaikan UTS, sesuai dengan yang direncanakan kami mengontak Enrico untuk segera pergi menuju Stasiun Senen untuk mengurus tiket kereta kami sebagaimana kami mempersiapkan semua bawaan kami. Setelah mengumpulkan KTP masing-masing dan uang, akhirnya tiket pun telah dipesan dan kami tinggal pergi ke Stasiun Senen untuk berkumpul. Karena pada hari itu saya tidak membawa motor, saya memilih untuk berangkat menuju kampus dengan Kereta Commuter Line dari Stasiun Manggarai bersama Fendi, Mungki, dan Chandika. Begitu juga ketika saya pulang. Saya dan Chandika memutuskan untuk menitipkan bawaan kami di rumah Mungki yang tak jauh dari Stasiun Manggarai agar kami berdua tidak usah bolak-balik ke rumah masing-masing untuk menghemat waktu. Setelah mengontak satu sama lain, akhirnya kami berkumpul di Stasiun Senen pada pukul 19.00 karena kereta kami akan berangkat pukul 21.00. Setelah memeriksa ulang bawaan, kami pun bergegas menuju peron. Sesampainya di gerbong, Fendi segera menuju WC. Namun, ada hal yang sempat membuat kami khawatir. Ada seorang ibu menghampiri kami dan menyerahkan dompet Fendi yang terjatuh yang mungkin terjatuh pada saat kami masuk ke gerbong, karena ibu tersebut menemukan dompet Fendi bukan di dekat kamar kecil. Tentu saja ketika Fendi kembali, teman-teman langsung menegurnya karena kejadian serupa sering terjadi padanya.
Setelah tiket diperiksa dan kereta berangkat, kami pun dengan cuek bercanda satu sama lain. Suasana gerbong kami pada saat itu berpenumpang sedikit. Alhasil, kami pun bercanda tanpa peduli dengan penumpang lain hingga ditengah perjalanan satu-persatu dari kami mulai terlelap. Pada saat itu saya mengalami hal tidak biasa. Karena dari pagi memulai aktivitas, hingga di kereta dalam perjalanan, saya tidak dapat memejamkan mata. Mengantuk pun tidak. Saya pun heran karena waktu telah menunjukkan pukul 3.30 dan hal ini cukup lucu mengingat di kelas, saya merupakan orang yang paling sering tertidur ketika kegiatan perkuliahan berlangsung. Namun perlahan, saya duduk dan tidak
lama kemudian saya pun tertidur.
Hari kedua
Saat itu saya heran karena waktu saya bangun di pagi hari berikutnya,
saya merasa kenapa orang-orang masih tertidur. Dan ketika saya melihat
jam, ternyata waktu menunjukkan bahwa saat itu masih pukul 5.30. Saya
pun kembali bingung, mengapa sulit sekali rasanya untuk memejamkan mata.
Ketika saya terbangun, kereta kami sedang melintas daerah Cilacap. Saya
pun menengok kearah jendela dan menikmati pemandangan matahari terbit
diatas hamparan sawah-sawah. Jelas merupakan pemandangan yang jarang
saya temui. Ketika beberapa teman saya mulai terbangun, saat itu kereta
kami tengah berhenti di Stasiun Kroya, Jawa Tengah yang sedang
memindahkan lokomotif kereta untuk menyesuaikan kepala kereta dengan rel
yang menuju Purwokerto. Ada kejadian cukup lucu saat itu. Teman saya,
Kun Siddiq yang baru saja bangun tidur langsung mencari minuman karena
haus. Lalu ia melihat segelas kopi di bangku Rachman dan tanpa berbicara
lagi, ia langsung menenggaknya. Tak lama kemudian terdengar suara mual
darinya. Kami pun tidak dapat menahan tawa karena kopi yang diminumnya
itu sudah dingin dan basi. Semua dari kami, kecuali Kun sendiri
sebenarnya sudah tahu jika kopi tersebut adalah kopi yang kami pesan
ketika kami hendak transit di Stasiun Purwakarta, Jawa Barat. Namun
mungkin karena kami baru terbangun dari tidur dan tidak menyadari kalau
kopi tersebut langsung disambar Kun sehingga tidak ada yang sempat
memberitahu Kun kalau kopi tersebut sudah tidak enak untuk diminum. Tak
lama setelah transit di Stasiun Kroya, kereta pun melanjutkan perjalanan
menuju Stasiun Purwokerto yang lokasinya tak jauh dari Stasiun Kroya.
Akhirnya, kereta kami sampai di Stasiun Purwokerto. Kami pun melanjutkan
perjalanan menuju Terminal Banjarnegara dengan kendaraan
mikro (di
Jakarta dikenal dengan Metro Mini). Ternyata di perjalanan menuju
Terminal-lah saya baru bisa tertidur. Lamanya perjalanan pun membuat
perut kami
keroncongan sehingga ketika kami sampai di Terminal Banjarnegara,
kami pun langsung bergegas mencari tempat makan karena kami sudah tidak
dapat menahan rasa lapar. Selesai makan, saudara Fendi yaitu mas Siu
yang akan menyediakan mobil sebagai transportasi akhirnya datang untuk
menjemput kami dan mengantarkan kami menuju rumah neneknya Fendi di
daerah Wonosobo. Setiba di rumah Neneknya Fendi, kami segera merebahkan
badan yang cukup penat rasanya karena membawa
carrier bag berukuran
cukup besar di punggung kami. Di rumah Neneknya Fendi, kami disambut
oleh keluarga Fendi dengan ramah dan mereka juga menyuguhkan teh hangat
dan penganan untuk mengganjal perut kami. Setelah mengganjal perut, kami
mencoba mengetes kompor
outdoor dan merakit tenda yang dibawa
sekaligus mempelajari jikalau nanti ketika kami berkemah ada sesuatu hal
yang tidak diinginkan terjadi pada peralatan dan tenda kami. Ternyata
kompor dapat menyala dengan baik dan tenda pun dapat berdiri dengan
kokoh. Tanpa terasa, hari pun mulai sore dan kami ternyata belum mandi
sejak pagi. Akhirnya kami memutuskan untuk mandi di parit saluran air di
dekat masjid yang terletak tak jauh dari rumah Neneknya Fendi. Kami
makin senang setelah mengetahui bahwa airnya jernih dan saluran tersebut
tidak terdapat satu pun sampah yang mengalir maupun tersangkut di parit
tersebut. Karena hal ini tidak dapat kami jumpai di Jakarta, tanpa
berpikir panjang kami pun langsung menceburkan diri ke parit tersebut
dan bergabung dengan anak-anak desa setempat. Selesai mandi, hari mulai
mendekati
maghrib dan kami pun kembali ke rumah neneknya Fendi.
Ternyata ketika kami kembali ke rumah neneknya Fendi, kami sudah
disiapkan makan malam oleh keluarganya Fendi. Namun, tak lama kemudian
hujan turun cukup lebat dan listrik mulai padam. Setelah makan,
menyalakan lilin dan mendengarkan lagu melalui
handphone kami dan
menikmati tenangnya suasana malam itu. Tak lama hujan berhenti,
kemudian mas Siu datang dan mengajak kami agar menginap dirumah salah
satu saudara Fendi, yaitu mas Bodro. Kami akhirnya memutuskan untuk
menginap disana karena kami juga tidak ingin merepotkan neneknya Fendi
dan lagipula letak rumah mas Bodro cukup dekat dari rumah neneknya
Fendi. Sesampainya disana, kami juga diterima dengan baik oleh keluarga
mas Bodro. Sama seperti di rumah neneknya Fendi, kami juga disuguhkan
teh hangat dan penganan sebagai camilan juga mas Siu yang mengajak kami
bermain PS. Waktu semakin malam dan kami mulai merebahkan tubuh diatas
kasur. Sebagian dari kami mulai tertidur, dan sebagian masih mengobrol
dan merokok. Namun, ada hal yang menarik yang membuat kami tertawa saat
itu. Saat itu suasana mulai sepi dan kami mengobrol dengan suara yang
cukup rendah agar tidak mengganggu tuan rumah. Namun, ditengah sepi
tersebut, teman kami, Pieter menelepon pacarnya. Menelepon seseorang
memeng adalah hal yang wajar bagi kita. Tetapi yang berbeda adalah,
suara Pieter. Ditengah dingin dan heningnya malam pada saat itu, suara
antara bass dan
cempreng Pieter ketika mengobrol dengan pacarnya
di Jakarta memecah keheningan malam. Kami pun langsung tertawa karena
selain suaranya yang unik, Pieter menelepon pacarnya dengan
berpindah-pindah dari ruang tamu, ke kamar, lalu ke teras depan. Cara
bicaranya-lah yang membuat kami tertawa geli sehingga kami belum juga
tertidur meskipun telah larut malam dan kami harus beristirahat.
Akhirnya, kami mulai tertidur dan Pieter juga selesai menelepon
pacarnya.
Hari ketiga
Setelah beristirahat dengan waktu yang cukup, kami pun bangun, mandi, dan sarapan. Sebelum mas Siu tiba untuk mengantarkan kami menuju dataran tinggi Dieng, kami pun memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan semua bawaan kami dan memilih apa saja yang mana yang dianggap boleh dibawa dan yang mana yang tidak perlu dibawa. Begitu mas Siu datang dengan temannya, kami pun langsung berangkat menuju dataran tinggi Dieng. Setibanya disana, kami langsung mengurus registrasi dan melakukan pendataan di pos atau
basecamp untuk kepentingan keselamatan kami selama kegiatan pendakian, berkemah, dan kembali turun gunung. Sebelum kami memulai
hiking, kami mengisi perut kami terlebih dahulu di warung makan disekitar kawasan wisata Dieng. Setelah kami mengisi perut kami masing-masing, kami kembali berkumpul untuk melakukan
final preparation dan berdoa agar kami semua dapat mendaki dan kembali turun gunung dengan selamat. Mulai dari pos 1 yang terletak di kawasan perkebunan milik warga setempat, area menara
repeater telekomunikasi, hingga bukit "
Teletubbies", kami akhirnya tiba di puncak gunung Prau dengan selamat dan tanpa hambatan. Sebelum beristirahat, kami dengan cepat merakit tenda kami sebelum gelap mulai turun. Kami pun akhirnya mampu mendirikan tenda dengan baik dan mulai mencari kayu untuk menyalakan api unggun untuk memasak makanan dan menghangatkan tubuh yang mulai terasa
ngilu akibat mendaki selama 5 jam di tengah udara dingin yang terasa menusuk. Meskipun kami selalu beristirahat ketika mendaki, namun rasa nyeri di kaki saya masih menyisakan sakit dan saya pun tidak bisa membantu Rachman mencari bahan untuk membuat api unggun. Setelah menyalakan api unggun, memasak makanan, dan menghangatkan badan, kami memutuskan untuk memadamkan api dan kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat. Diterangi cahaya langsung dari
Bulan, kami beristirahat melewati malam hari.
Hari keempat
Di pagi hari yang dingin, saya terbangun dengan tubuh menggigil meskipun sudah memakai 1 baju oblong dengan dilapisi 1 jaket penghangat dan 1 jaket parasut
outdoor. Wajar suhu pagi hari itu masih terasa menusuk tulang karena masih pukul 7.00 pada saat itu. Pagi hari yang cukup indah itu kami manfaatkan dengan berfoto untuk mengabadikan pemandangan indah dari puncak Gunung Prau di pagi hari. Setelah berfoto, kami mulai menyalakan kembali api untuk membuat sarapan. Setelah menikmati makan pagi, kami akhirnya memberaskan peralatan memasak, membersihkan sampah, dan mulai melipat kembali tenda. Tak lupa kami berkumpul untuk berdoa agar dalam perjalanan menuruni lereng gunung, kami semua diberikan keselamatan oleh Tuhan. Setibanya kami di
basecamp, kami melanjutkan perjalanan menuju pemandian air panas yang jaraknya lumayan jauh dari daerah Dieng. Selesai berendam dan mandi di pemandian air panas, kami kembali menuju rumah mas Bodro dan rumah neneknya Fendi untuk mengambil barang-barang yang tidak kami bawa selama mendaki Gunung Prau, dan juga untuk berpamitan dan mengucapkan terima kasih karena telah menyediakan tempat bagi kami selama kami berlibur disana. Dari Wonosobo, kami langsung berangkat menuju Stasiun Purwokerto. Sampai di Stasiun, kami harus menerima kenyataan bahwa tiket kereta hari Sabtu pukul 21.00 dengan tujuan Jakarta sudah habis dan terpaksa kami harus bermalam di Stasiun sambil menunggu kereta dengan keberangkatan hari Minggu pagi pukul 6.30
yang kami pesan. Malam itu saya lewati dengan mendengarkan musik dan sesekali membalas pesan dari orang tua dan pacar yang menunggu di Jakarta.
Hari kelima
Di hari terakhir liburan kami ini, kami akhirnya pulang ke Jakarta dengan tujuan stasiun Senen. Ditengah perjalanan pulang tidak banyak hal yang bisa saya ceritakan karena saya sendiri tertidur cukup pulas dalam perjalanan pulang. Setibanya di Jakarta, tepatnya di Stasiun Senen, kami akhirnya berpencar kembali ke rumah masing-masing. Di hari Minggu itu, saya bersyukur karena saya dan teman-teman sudah diberikan kesempatan untuk menikmati liburan yang tidak akan saya lupakan. Demikian tulisan tentang liburan ini saya buat, Terima kasih.